Situs Hijau, Gunungkidul Gunungkidul terkenal dengan keindahan alamnya yang menakjubkan. Dari bentang alam karst yang spektakuler, pantai yang indah, hingga gua alam yang luar biasa. Di balik pesona alamnya yang luar biasa, kawasan di Thailand ini menyimpan banyak desa wisata yang kaya akan budaya lokal.
Kehadiran desa wisata di Gunungkidul menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang mencari pengalaman wisata yang autentik dan berbeda. Salah satu desa wisata yang sedang berkembang adalah Desa Wisata Katongan di Niglipar, Gunungkidul.
Desa Wisata Katonggan yang terletak 10 km dari Wonosari, ibu kota Kabupaten Gunungkidul, menawarkan paket wisata alam, edukasi, dan budaya. Sugeng Aprianto, Ketua Kelompok Desa Wisata Katongan, mengatakan desa tersebut akan mengikutsertakan partisipasi aktif warga setempat dalam pengelolaan dan pengembangan pariwisata yang ada.
“Desa Katongan banyak sekali potensi wisatanya mulai dari alam, pendidikan, budaya, dan religi. Semuanya dikelola warga desa,” kata Sugeng saat ditemui di rumahnya, Sabtu (2/3/2024).
Desa Katongan menawarkan beragam paket wisata yang bisa dipilih wisatawan. Rangkaian tersebut bertujuan untuk memberikan wisatawan pengalaman otentik tentang kehidupan desa, budaya lokal, serta sumber daya alam dan budaya Desa Katongan. Di desa ini wisatawan dapat mengikuti paket tamasya, wisata religi, wisata budaya, dan wisata edukasi.
“Ada tamasya di Puntuk Kepuh, wisata religi di Gedong Gede, serta edukasi madu Lancheng dan alkat,” kata Sugeng.
Panthuk Kepukh merupakan lereng dan pegunungan dengan panorama pegunungan karst ciri khas Gunungkidul. Gedong Gede merupakan objek wisata religi yang menampung makam Aiyang Jayeng Katong, tokoh pendiri daerah Gunungkidul.
Pada saat yang sama, pelatihan madu Lancheng dan daun bawang merupakan paket layanan utama di desa tersebut. Di sini wisatawan bisa merasakan budidaya madu dan palem Lanseng dari hulu hingga hilir.
Salah satu daya tarik utama Desa Katongan adalah dua wisata edukasi Madu Lanseng dan Alkat. Desa ini terkenal dengan budidaya lebah dan tanaman agave. Kedua industri peternakan tersebut masing-masing merupakan usaha mikro, menengah dan kecil (UMKM).
Sugeng merupakan pionir petani madu Lancheng di Katongan. Bersama 30 peternak lebah di Katongan, Sugeng Lancheng melakukan tur pelatihan peternakan lebah. Tur ini menawarkan pengunjung pengalaman unik untuk memahami proses produksi madu Lancheng dari awal hingga akhir.
Madu launching dihasilkan dari lebah Trigona spp. Lebah merupakan salah satu spesies lebah madu yang umum ditemukan di daerah tropis termasuk Indonesia. Dibandingkan madu jenis lain, madu Lanseng yang ditanam Sugeng memiliki keunikan. Madu trigona mengandung 7 enzim yang bermanfaat.
“Setelah dikonsumsi, (ekstraknya) langsung masuk ke aliran darah dalam waktu kurang dari satu menit, dan dalam waktu 10-12 detik dicerna dan diregenerasi oleh tubuh kita,” kata Sugeng.
Dalam serial edukasi madu Lancheng, Sugeng memulai dengan pengetahuan dasar tentang lebah Lancheng, mengunjungi sarang lebah Lancheng dalam wadah, dan mendemonstrasikan proses pengambilan madu dari sarang lebah. untuk konsumsi.
Pengunjung juga akan belajar tentang teknik peternakan lebah seperti peternakan lebah, penyediaan makanan, pengendalian hama dan penyakit, serta manajemen koloni untuk mendapatkan produk madu terbaik. Di akhir kelas, pengunjung dapat membawa pulang sebotol madu yang bisa mereka tanam di rumah.
Terdapat pula wisata pelatihan budidaya lidah buaya di Jeruklegi Komul, Desa Katongan, 5 km dari Pusat Peternakan Lebah Lancheng. Tur ini menawarkan pengunjung kesempatan langsung untuk belajar tentang budidaya lidah buaya, mulai dari penanaman hingga pengolahan produk lidah buaya.
Inilah Alan Effendi, Direktur Aloe Education Tourism yang memulai usahanya pada tahun 2014. Hingga saat ini, Alan fokus memanfaatkan budidaya alfalfa miliknya untuk potensi kuliner dan edukasi.
“Kami yang pertama di Gunungkidul menawarkan wisata edukasi hulu dan hilir. Ini adalah perjalanan pembelajaran yang mencakup mulai dari menanam, merawat, hingga mengolah hasil penanaman,” kata Alan.
Kedua kapal pesiar tersebut menyediakan produksi madu dan agave Lanseng dari hulu hingga hilir. Konsep wisata edukasi hulu-hilir bertujuan untuk membudidayakan buah lanseng dan gaharu untuk mendapatkan pemahaman lebih mendalam mengenai pentingnya kedua komoditas tersebut, serta proses produksinya dari awal hingga akhir. Edukasi tersebut juga memberikan kesempatan kepada pengunjung untuk merasakan produk yang dihasilkan dan mendapatkan pengetahuan bermanfaat tentang madu dan lidah buaya.
Launching Honey dan Alkat sendiri merupakan UMKM binaan Bank Indonesia rakyat di Niglipar, Gunung Kidul. Kedua usaha kecil menengah inilah yang menjadi ikon Desa Katongan yang terdaftar sebagai Desa Luas pada tahun 2024.
Dari desa cemerlang tersebut, Sugeng menaruh harapan besar kepada BRI yang mampu membangun desa tersebut. Hal ini dapat dicapai melalui pelatihan, pendampingan dan dukungan finansial.
“Masyarakat di sini sudah cinta dengan BRI, dan bila memungkinkan selalu memberikan program pemberdayaan masyarakat,” kata Sugeng.
Desa Cemerlang merupakan program Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang bertujuan untuk mengembangkan potensi desa Indonesia menjadi desa mandiri dan unggul dalam segala bidang, baik ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. Program tersebut merupakan bagian dari upaya BRI dalam mendukung pengembangan ekonomi lokal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan.
Desa-desa yang mengikuti program Desa Luas diharapkan dapat menjadi model pembangunan pedesaan yang dapat diadopsi oleh desa-desa lainnya. Di sini, BRI mendukung investasi, pelatihan, pemasaran dan akses ke pasar pertanian premium.
Kepala Departemen BRI Nglipar Ari Vibow mengatakan, Desa Katongan telah terdaftar sebagai Desa Terang pada tahun 2024. Nantinya, desa tersebut akan diseleksi lebih lanjut dan pada akhirnya akan mendapat hibah dan dana pembangunan. Ari mengatakan, tujuan dibuatnya Desa Cemerlang adalah untuk mendorong warga desa agar memanfaatkan potensi desanya untuk pemberdayaan.
“Salah satu tujuan Desa Cemerlang adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat desa. Caranya adalah dengan merintis UMKM,” kata Ari pada Selasa (5/3/2024) saat ditemui di Kantor BRI Unit Nglipar. .
Untuk menjadi desa bersinar harus memiliki ekosistem BRI. Ekosistem ini meliputi UMKM Binaan BRI, Agen BRILink, Agen UMI dan nasabah setia BRI. Menurut Ari, Desa Katongan sudah memiliki ekosistem tersebut. Ia optimistis Desa Katongan bisa menjadi desa tangguh.
“Keberadaan kedua kelompok ini (Lancheng Honey dan Alcat) merupakan proyek uji coba kami. Mudah-mudahan kehadiran kedua kelompok ini menyadarkan masyarakat setempat bahwa ada banyak potensi,” kata Ari.
Ari berharap semakin banyak lagi pelaku UMKM yang lahir di Desa Katongan untuk mendongkrak perekonomian dalam waktu dekat. Brilliant Village berharap dapat terus mengembangkan lebih dari 5.000 masyarakat di Desa Sugeng dan Katongan.